Suporter Arema FC pitch invasion pasca pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya. (Sumber foto: pikiran.co).
Ratusan
suporter Arema FC kehilangan nyawanya. Tragedi pecah setelah laga derby
Jawa Timur antara Arema FC vs Persebaya Surabaya yang berlangsung di Stadion
Kanjuruhan, Kab. Malang. Adapun korban tersebut dari kalangan laki-laki maupun
perempuan dewasa, juga terdapat beberapa anak-anak kecil. Ini menjadi sebuah
tragedi kelam.
Lantas
siapa yang akan bertanggung jawab atas insiden itu. Adakah yang mau bertanggung
jawab atas kejadian tersebut?. Ratusan korban kehilangan nyawa. Namun atas
insiden tersebut dapat menjadikan pelajaran dalam persepak bolaan yang ada di
dunia khsusnya di Indonesia.
Mengutip
dari kumparan.com menjelaskan bahwa tidak ada satu pun pihak yang mengaku salah
dan meminta maaf atas tragedi memilukan ini. Para pihak terkait yang seharusnya
bertanggung jawab atas kejadian ini justru saling melempar tanggung jawab.
Suporter
yang melakukan invasi lapangan secara aturan memang tidak dibenarkan. Namun
jika itu dikategorikan sebagai tindakan anarkisme yang dilakukan oleh oknum
suporter, sepertinya tidak bisa dikatakan demikian. Mengapa? Karena tidak ada
indikasi suporter ingin melakukan kekerasan kepada para pemain maupun official.
Para
pemain Persebaya Surabaya yang notabene merupakan tim rival juga sudah berada
diruang ganti dan langsung menuju rantis (kendaraan taktis). Sementara para
pemain Arema FC yang masih dilapangan juga tidak mendapatkan tindak kekerasan
dari oknum suporter, sehingga tidak bisa dibenarkan bahwa tragedi ini terjadi
karena ulah suporter.
Aparat
keamanan yang bertugas mengamankan pemain dari kejaran suporter juga tidak bisa
dibenarkan atas tindakannya dengan cara memukul dan menendang suporter serta
menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton.
Selain
itu, merupakan bentuk kebrutalan aparat. Pun apa yang diharapkan dari
penembakan gas air mata ke tribun penonton? Berharap penonton bubar? Ini kan
bukan aksi massa yang berada di tempat terbuka.
Dengan
ditembaknya gas air mata ke tribun justru malah memperparah keadaan. Karena banyaknya
penonton yang berhamburan di stadion tersebut, sehingga menyebabkan penonton
yang ada di tribun berusaha untuk keluar dari stadion dan saling berebut, maka
penumpukan di pintu keluar menjadi padat sehingga kekurangan oksigen. Maka
dapat mengakibatkan orang meninggal.
Bukan
hanya kerugian materiel, namun nyawa para suporter pun ikut melayang. Padahal
mereka datang untuk suport team kesayangannya. Namun, imbas dari kejadian
tersebut, sangat lah panjang dan mengakibatkan ratusan nyawa melanyang, serta
puluhan orang harus di rawat di rumah sakit.
Sekali
lagi, lantas siapa yang akan bertanggung jawab dalam insiden ini?. Yang pasti
semua akan berargumen sesuai prosedurnya masing-masing. Beda kalau semua merasa
benar pasti akan gontok-gontokan, dan waspada terhadap provokator. Ia akan
menyusup dan ada dimana-mana, alangkah damainya negeri ini.