Pada Hari Sabtu tanggal 04 Mei 2024 pukul 10:00 - 12:30 WIB, mengawali aktivitas pribadi dengan mengikuti bedah buku yang diselenggarakan oleh Yayasan Jaringan Relawan Independen (JaRI). Kegiatan tersebut, dihadiri sekaligus pembicaranya yang sangat kompeten berbicara kesetaraan gender.
Seperti Nahar
(Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak) KemenPPPA, Myra Diarsi (Aktivis Perempuan), Rainy Hutabarat
(Komisioner Komnas Perempuan), Kristi Poerwandari (Guru Besar Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia), Fredrick Dermawan Purba (Wakil Dekan Fakultas
Psikologi UNPAD), Keni Soeriaatmadja (Seniman), Abu Marlo (Dialogue Positif),
Sely Martini (Ketua Yayasan JaRI), semua pengurus Yayasan JaRI, dan seluruh
peserta dari berbagai daerah di Indonesia.
Buku yang
berjudul "Merdeka Dari Kekerasan" Kesetaraan Gender Mendukung Remaja
Sehat dibuat dari hasil sayambara yang diadakan oleh Yayasan JaRI. Ada ratusan
naskah yang terkumpul, tapi ada juga yang tersisih. Karena tidak memenuhi
kriteria penilaian.
"Ada
sekitar 130 naskah yang terpilih oleh juri diluar Yayasan JaRI, diantaranya ada
6 yang mendapatkan juara (3 juara utama dan 3 juara harapan), 50 naskah favorit
yang dibukukan, dan ditambah dengan pengantar serta 2 artikel dari para
ahli," jelas Annisa Tassia dalam acara webinar bedah buku "Merdeka
Dari Kekerasan" Kesetaraan Gender Mendukung Remaja Sehat, sekaligus
sebagai Master of Ceremony (MC).
Adapun filosofi
cover bukunya yang bergambar perempuan dengan tangan terkepal dan tali terikat
yang bermakna membatasi pengembangan diri dengan mengenal dirinya. Serta akan
terhindar dari kekerasan dalam pacaran.
Kemudian,
gambar itu disayambarakan yang diikuti oleh beberapa desainer salah satunya
Tenesa Gurunda Watchman sekaligus sebagai pemenang yang dinilai oleh juri dari
luar Yayasan JaRI dengan tema Mencintai Tanpa Kehilangan Diri. "Sebuah
quotes yang bisa kita pegang bahwa "Kita boleh mencintai siapapun tanpa
perlu kehilangan diri kita sendiri," tambahnya.
Dilanjutkan
dengan sesi sambutan Ketua Yayasan JaRI, Sely Martini, mengatakan bahwa
fenomena Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) sering terjadi (meningkat). Jadi dari
tahun 2020 hingga 2023 selalu ada di setiap bulannya. Bagaimana anak muda bisa
mencegah dirinya menjadi korban, apalagi pelaku. Terlebih di Indonesia, 70
persen merupakan anak muda.
"Kami
(Yayasan JaRI) memandang fenomena itu sangatlah penting. Karena kasus-kasus
yang kami sering terima adalah KDP. Jadi harapan kami, anak muda bisa mencegah
dan menanganinya dengan benar," katanya.
Menurut Nahar
selaku Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, dalam sambutannya,
menyampaikan latar belakang terjadinya kekerasan yang begitu beragam salah
satunya adanya relasi kuasa. Sehingga menimbulkan ketimpangan. "Dari
kasus-kasus seperti ini, mari kita bersama-sama berjuang untuk mencegahnya,
agar terciptanya dunia yang aman bagi semua (perempuan dan anak),"
ujarnya.
Myra Diarsi,
Aktivis Perempuan, menyampaikan buku yang terbit tahun 2023 ini, berisi 236
halaman yang bertujuan untuk mengedukasi dan mengkampanyekan terkait kesetaraan
gender, agar terciptanya manusia yang sehat (tanpa adanya
ketimpangan-ketimpangan hingga kekerasan). Didalam buku ini, membahas tentang
tindak kekerasan yang dialami dalam masa pacaran.
"Setelah
Saya membaca buku itu, dapat menilai bahwa buku itu telah membuat orang melek
dan terkejut. Ternyata kekerasan juga terjadi di ranah hubungan yang disebut
dengan pacaran. Bukan hanya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dan lain
sebagainya," terangnya.
Selanjutnya,
Komisioner Komnas Perempuan, Rainy Hutabarat, menegaskan bahwa bahayanya dari
kekerasan seksual atau kekerasan terhadap perempuan tidak dipahami, apalagi
terhadap kultur patriarki yang menekankan bahwa perempuan itu posisinya
subordinat. "Jadi kita perlu memiliki wawasan terkait kesetaraan gender,
sehingga kita dapat mencegah dan menanganinya," tegasnya.
Menurut Kristi
Poerwandari, Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, relasi toksik
merupakan suatu hubungan yang menyebabkan suatu dampak tidak sehat, baik secara
fisik maupun kondisi mental seseorang atau sederhananya relasi berkekerasan.
Kenapa yang
sering dibahas perempuan? Atau korbannya perempuan? Kenapa tidak laki-laki?
Dari kecamata psikologi tentang relasi toksik bahwa perlu melihat semua pihak,
apakah ia memiliki relasi toksik. Hanya didalam kontruksi sosial yang melihat
bahwa seksualitas perempuan dan laki-laki dilihat secara berbeda. Serta peran
laki-laki dan perempuan itu berbeda, maka perempuan menjadi lebih rentan dalam
relasi toksik.
"Jadi dalam
suatu relasi berkekerasan situasi perempuan sangatlah rentan. Selain itu,
sosialisasi didalam masyarakat yang lebih menekankan mempertahankan hubungan
atau malu tidak punya pacar," ucapnya.
Kemudian sesi
penanggap, Wakil Dekan Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran (UNPAD),
Fredrick Dermawan Purba mengatakan bahwa posisi emas atas strategis dari buku
ini memberikan kesempatan para muda-mudi untuk mengungkapkan apa yang ada di
pengalamannya dan yang dipikirkan pendapatnya terhadapt isu yang sangat vital
atau urgent untuk ditangani saat ini.
"Kita
tidak hanya berfokus kepada individu, tetapi juga fokus kepada sistem seperti
Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS)," tuturnya.
Selain itu,
Seniman, Keni Soeriaatmadja, menyampaikan bahwa seorang seniman tari yang
menggunakan tubuhnya sebagai media, sehingga sangat rentan menjadi objek
terhadap kekerasan. Karena seni dikaitkan dengan keindahan dan kebebasan
berekspresi. Sesungguhnya hal itu, menjadi ruang yang sangat dekat dengan
kekerasan.
"Kerja
perawatan sebagai kerja utama. Karena merawat lebih hebat dari mencipta. Jadi
apabila kita mampu menaikkan kata "merawat" maka kita bisa mereduksi
hal-hal yang berbau kekerasan," ucapnya.
Menurut Abu
Marlo, Dialogue Positif, KDP ternyata memiliki presentasi yang besar dalam
kasus ini. Artinya banyak hal yang harus kita lakukan untuk menanggulangi KDP
ini. Dimana banyak faktor yang penting untuk kita perhatikan dan ini tugas
menjadi kita bersama. Bukan hanya siapapun yang terkena kasusnya, tetapi juga
masyarakat. Karena kekerasan itu datang dari lingkungan, kebiasaan dan role
model. Artinya seseorang bisa melakukan kekerasan itu pasti mencontoh
lingkungannya.
"Mari kita
bersama-sama untuk membangun relationship yang bagus, membangun sebuah
komunitas atau yang disebut dengan kecerdasan koleksi bersama. Karena ini
sesuatu yang tidak mudah dan harus dilakukan secara gotong royong,"
katanya.
Membuat suatu
pendidikan edukasi, pendidikan di wilayah seksual kepada masyarakat
seluas-luasnya. Kita tahu bahwa pendidikan seksual itu sangat minim dilakukan
di masyarakat kita, sehingga ketika pendidikan seksual tidak dilakukan dengan
baik, maka mendorong seseorang untuk tidak mengerti bagaimana seksualitas.
Seiring dengan pertumbuhan seseorang menjadi dewasa, ia akan masuk kepada
fase-fase dimana ingin memiliki pacar, memiliki pasangan, saling suka,
pendekatan (PDKT) dan seterusnya.
"Tidak
banyak yang mengajarkan untuk skill berpacaran, sehingga hanya atas dasar emosi
saling suka (kata anak-anak sekarang ini sering disebut bucin). Karena bucin
itu membutakan critical thinkingnya maka bisa jadi orang yang dibucini itu,
dimanfaatkan atau terjadi abusive," ujarnya.
Kita tau bahwa
cinta itu bisa romantis tapi juga bahaya. Karena dapat masuk ke posesif dan
akhirnya menjadi abusive. Oleh karena itu, penting sekali mengajarkan skill
berpacaran agar menyadari. Bagaimana melakukan sebuah hubungan? Apa makna cinta
yang sejati? Apa manfaat dari pacaran? Apa makna berpacaran dan tujuannya?
"Cinta
yang sehat adalah cinta yang berproses, bukan cepat-cepat, instan dan konteks
dari cinta adalah menumbuhkan kebahagiaan untuk kedua belah pihak. Dan mulailah
dari kesadaran diri sehingga melakukan pelatihan. Jadi kembalilah kepada
kesadaran, bawalah pengetahuan sebanyak-banyaknya dan yang paling terpenting
adalah bagaimana kita terus bisa menjaga diri," terangnya.
Mulailah
belajar mengenal diri kita, sehingga critical thinking kita tetap waras dan
terbebas dari yang namanya KDP. Semoga buku ini menjadi sarana untuk siapapun
yang membutuhkan. Karena sangat penting untuk kita selalu edukasikan dan
galakkan.
"Ketika mengalami KDP maka bicaralah, carilah teman, carilah profesional, atau carilah siapapun yang sangat nyaman untuk diajak bicara. Jangan diam dan bersuara karena tanpa bersuara kita tidak pernah tahu ada kasus, dan tanpa bersuara kita tidak pernah bisa mengontrol. Serta menganalisa," imbuhnya.